Keadaan Psikis Saat Kuliah Online Bagi Mahasiswa Selama Pandemi COVID-19

Oleh:

Reeza Juwita

Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD), Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro

Email: Eza.juwita06@gmail.com

ABSTRAK

Jiwa yang sehat juga sering disamakan dengan mental yang sehat. Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh stressor (penyebab terjadinya stress). Orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. Dengan  pembelajaran kuliah online yang dilakukan selama ditetapkannya COVID-19 menjadi pandemic di Indonesia ini beberapa mahasiswa sempat mengalami tekanan-tekanan yang menggangu psikisnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana keadaan psikis mahasiswa saat menjalani kuliah online. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang bersifat deskriptif dengan menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi analisis percakapan WhatsApp Personal Chat (WA PC), terhadap mahasiswa sekitar Way Jepara , sebanyak 4 orang dengan Program Studi dan Kampus yang berbeda-beda. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa mahasiswa lebih memilih perkuliahan tatap muka dibanding kuliah daring.

Kata kunci: Psikis, Kuliah Online, Pandemi COVID-19

PENDAHULUAN

Sudah hampir genap 6 bulan lamanya, masyarakat Indonesia bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 pun dengan semua elemen garda terdepan, bertarung dengan pandemi yang sampai saat ini belum tahu kapan akan meninggalkan Negara kepulauan ini. Dalam web Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 tercatat bahwa sebanyak 137.468 orang terkonfirmasi positif COVID-19 per tanggal 15 Agustus 2020. Bukan hal yang tidak mungkin untuk mengakhiri semua peperangan yang memporakporandakan seluruh sektor kepemerintahan Negara ini, berperang dengan hal yang tidak terlihat namun menyakitkan, membuat setiap individu mempunyai peran penting untuk saling bekerja sama dan menguatkan.

Namun sebenarnya apa COVID-19 itu? Sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Sebelumnya penyakit dan virus baru ini tidak dikenal, namun setelah wabah Wuhan di Tiongkok yang terjadi pada bulan Desember 2019 lalu.[1] COVID-19 memang menjadi trending topic pandemi yang merata diseluruh dunia. Karena sejak tanggal 9 Maret 2020 WHO (World Health Organization atau Badan Kesehatan Dunia) secara resmi mendekelarasikan bahwa virus corona menjadi pandemic, artinya virus ini telah menyebar secara luas. Istilah pandemi memang terkesan menakutkan, namun bukan berarti menakutkan dalam tingkat keganasan virus itu, tetapi lebih pada penyebarannya yang meluas.[2]

Dengan hal itu, banyak cara yang telah ditetapkan dalam rangka mengurangi risiko penyebaran virus tersebut. Segala macam upaya sudah dikerahkan, dari mulai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga ditetapkannya New Normal atau hidup dengan kebiasaan baru. New Normal adalah langkah yang dijalankan percepatan penanganan COVID-19 dengan mempertimbangkan kesiapan daerah dan hasil riset epidemiologis di wilayah terkait dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Dikutip dari detiknews, ahli bahasa Prof. Dr. Rahayu Surtiati Hidayat dari Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan bahwa “Badan bahasa sudah memberikan istilah Indonesianya yaitu Kenormalan Baru. Kata Normal sebetulnya dalam bahasa Inggris sudah dijadikan nomina makanya jadi New Normal. Badan bahasa kemudian membuat padanannya menjadi Kenormalan. Karena kalau normal itu adjektiva kata sifat, jadi Kenormalan Baru”[3]

New Normal pun diberlakukan hanya pada zona yang siap menjalaninya. Karena kondisi tersebut dipilih demi memutar kembali roda perekonomian, tetapi tetap menjaga kesehatan dan keselamatan masyarakat. Zonasi resiko terbagi menjadi 5 zona, yaitu zona merah sebagai zona yang mempunyai risiko tinggi, zona orange sebagai zona yang mempunyai risiko sedang, zona kuning sebagai zona yang mempunyai risiko rendah, zona hijau pertama sebagai zona yang tidak memilki kasus dan zona hijau kedua sebagai zona yang tidak terdampak.[4] Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo, menyebutkan bahwa diperbolehkannya penerapan new normal di zona hijau itu tergantung dari kesiapan daerah masing – masing. Namun bagaimana dengan sector lain, seperti pendidikan?. Dikutip dari web liputan6.com bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menekankan bahwa sekolah dan madrasah yang berasrama tetap dilarang buka meski berada di zona hijau virus corona, sedangkan untuk madrasah yang tidak berasrama dan berada di zona hijau dapat kembali mengikuti kebijakan sekolah umum.

Dengan adanya hal itu membuat pemerintah menetapkan Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) No. 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Pada Pendidikan Tinggi.[5] Serta pelaksanaan BDR (Belajar Dari Rumah) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Surat Edaran No. 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19). Dimana tercantum pada Bab I poin C berisi tentang Metode dan Media Pelaksanaan Belajar Dari Rumah (BDR).[6] BDR dilaksanakan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dibagi ke dalam 2 (dua) pendekatan yaitu:

  1. Pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (daring)
  2. Pembelajaran jarak jauh luar jaringan (luring)

Kedua pendekatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketersediaan dan kesiapan sarana dan prasarana. Sebagaimana apabila pembelajaran secara daring dapat menggunakan gadget maupun portal, sedangkan apabila pembelajaran secara luring dapat dilaksanakan melalui televisi (melalui program BDR TVRI), radio, modul belajar mandiri dan lembar kerja, bahan ajar cetak, serta alat peraga media belajar dari benda dan lingkungan sekitar. Namun itu semua masih dalam teknik pembelajaran yang akan dilaksanakan, bagaimana kendala dari hal-hal tersebut, apalagi pembelajaran tersebut sudah dilaksanakan selama 4 (empat) bulan lamanya.

Dikutip dari Web covid19.go.id, tentang Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, bahwa banyak kendala yang dihadapi guru, orang tua, dan anak selama PJJ dilaksanakan. Seperti siswa kesulitan konsentrasi belajar dirumah dan mengeluhkan beratnya penugasan soal dari guru, serta peningkatan rasa stress dan jenuh akibat isolasi berkelanjutan berpotensi menimbulkan rasa cemas dan depresi bagi anak, hal itu dapat mempengaruhi kondisi psikisnya. Ditambah dengan akses ke sumber belajar baik karena masalah jangkauan listrik atau internet, maupun dana untuk aksesnya.[7]

Definisi psikis sendiri bisa disebit juga dengan jiwa. Jiwa memiliki arti yang samgat abstrak, sulit bagi manusia untuk memahami apa itu jiwa. Al-Quran menegaskan bahwa jiwa (roh) hanyalah urusan Allah, manusia diberi pengetahuam tentang ha; itu tetapi hanya sedikit. Tidak ada kata sepakat tentang hakekat jiwa terlihat dari pandangan para ahli yang sangat beragam. Filsuf Plato berpandangan bahwa jiw adalah ide, sedangkan Hipocrates mengemukakan jiwa sama dengan karakter dan Aristoteles mengatakan jiwa adalah fungsi mengingat. Ki Hajar Dewantara memberikan pandangan tentang jiwa adalah kekuatan yang menyebabkan hidupnya manusia, manusia dapat berfikir, berperasaan, dan berkehendak.[8]

Jiwa yang sehat juga sering disamakan dengan mental yang sehat. Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh stressor (penyebab terjadinya stress). Orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang dating dari dirinya sendiri dan lingkungannya. Noto Soedirdjo, menyatakan bahwa kesehatan mental adalah kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang dating dari lingkungan. Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena factor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, serta intesitsas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain pun berbeda. Sebagaimana perbedaan para peserta didik dalam menjalani Pembelajaran daring ataupun luring.[9]

Namun tidak hanya siswa Sekolah Dasar dan Menengah saja yang merasakan Pembelajaran Daring namun para Mahasiswa pun mengeluhkan kendala serta dampak yang dirasakan selama Daring yang harus dilaksanakan selama 4 bulan yang lalu. Dalam hal ini, penulis mewawancara beberapa mahasiswa sekitar daerah Way Jepara yang pulang ke rumahnya masing-masing karena pandemi ini serta merasakan kuliah daring selama 4 bulan yang lalu. Maka tujuan penulisan artikel ini untuk mengetahui keadaan psikososial mahasiswa dalam menjalani kuliah daring selama pandemi COVID-19 ini (Studi terhadap mahasiswa yang berada di lingkungan tempat tinggal penulis).

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Di dalam penelitian ini menyajikan data berupa isi dari percakapan dalam WhatsApp Personal Chat (WA PC) serta hasil interview per personal. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang melaksanakan kuliah daring yang bertempat tinggal di daerah Way Jepara serta berkuliah di daerah Lampung. Sedangkan sampel penelitian terdiri dari beberapa cuplikan percakapan WhatsApp Personal Chat serta hasil interview mahasiswa. Metode pengumpulan data penelitian menggunakan metode dokumentasi dan interview. Sedangkan teknik analisis data penelitian ini menggunakan teknik deskriptif.

Teknik analisis data dilakukan dengan cara yaitu, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Teknik analisis yang dilakukan yaitu mengambil dokumentasi berupa screenshoot percakapan di WhatsApp Personal Chat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ditetapkannya virus corona menjadi pandemi oleh WHO memang karena  virus ini telah menyebar di hampir seluruh belahan bumi, termasuk Indonesia, tidak terkecuali Lampung. Gencar tagar #DiRumahAja, memang tidak berhenti walaupun new normal sudah diperbolehkan di beberapa titik Lampung, namun hal tersebut tetap dalam keputusan pemerintah daerah telah siap atau belum untuk melaksanakan new normal tersebut.

Seperti halnya di beberapa Universitas di Lampung, karena masih pada lingkup pandemic ini, beberapa kampus mengambil keputusan bahwa kuliah semester genap yang lalu dilakukan secara daring. Mahasiswa diharapkan dapat mengerjakan tugas, mengulang pelajaran yang telah diberikan, membaca buku dirumah dan mengirimkan tugas yang telah diberikan oleh dosen via media online, seperti WhatsApp Group, E-mail, Zoom, Goggle Classroom, tetapi kenyataan di lapangan berbeda dengan yang diharapkan.

Berbagai persoalan dialami mahasiswa dalam mengikuti kuliah daring, yang sekaligus menggambarkan bagaimana kondisi psikososial mereka. Pada umumnya mahasiswa mengalami psikososial yang terganggu. Hasil chattingan dengan beberapa mahasiswa muncul ungkapan, “memilih kuliah tatap muka,” “lebih baik tatap muka”, “kuliah online kurang efektif”. Semua ungkapan itu menyatakan bahwa mahasiswa lebih menyukai kuliah tatap muka.

Beberapa alasan yang dikemukakan mahasiswa adalah: “awalnya terima untuk kuliah online, karena kepikiranya kuliah online itu enak, tidak capek bolak balik kampus, tidak boros uang jajan, tapi lama kelamaan jadi tidak enak, jarang ketemu kawan, diskusi susah, dipikir bisa hemat malah boros buat beli kuota”, “kuliah jadi tidak efektif, karena saat jaringan tidak bersahabat dari mahasiswa maupun dosennya jadi nantinya gagal paham”, “belom ini kita lagi kuliah dikira orang tua main hape terus”, “pusing pas dosen cuman ngasih waktu ujian lisan satu menit, kan belom vn (voice note) belom juga loading ngirimnya”. Banyak hal yang menyebabkan mahasiswa kurang bersahabat dengan kuliah online.

Hal lain yang membuat mahasiswa tidak bersahabat antara psikis dengan sosialnya, yaitu: Ds mengemukakan “awal-awal kuliah online itu pas lagi stress-stres nya ngerjain tugas, mama bilang maen hape terus, belom lagi adik rewel gitu, jadi kaya butuh tempat hening, yaa walau lama-kelamaan ngerti tapi diawal-awal gitu” di lain room WAR mengemukakan “untuk kuliah daring sedikit tertekan karena tiap saat kita harus online, mantengin hape terus, belum bagi waktu karena di rumah jadi harus bantu orang tua untuk bisa beli kuota tambahan”.

Jadi dari chatingan dengan mahasiswa yang telah di interview tersebut mendapatkan beberapa kendala yaitu : 1. Kurang bersahabatnya akses jaringan yang membuat terkadang dengan dosen menjadi gagal paham; 2. Kurangnya pemahaman materi yang diberikan dari dosen; 3. Keadaan rumah yang kurang mendukung saat kuliah daring berlangsung; 4. Kecemasan yang berlebihan terutama ketika keterlambatan pengumpulan tugas, dan 5. Stres ketika kuliah yang seharusnya praktikum namun praktiknya dengan dunia maya.

Berdasarkan hasil analisis percakapan WA PC (WhatsApp Personal Chat) diperoleh hasil keadaan psikis ketika kuliah daring dengan memanfaatkan pembelajaran online. Mahasiswa kurang berinteraksi dengan teman-temannya selama kuliah daring, tidak focus karena kondisi rumah dan tidak paham dengan materi yang diberikan dari dosen karena terbatasnya jarak dan sinyal yang menghambat proses pembelajaran.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa mahasiswa lebih memilih kuliah offline atau tatap muka dibandingkan kuliah daring (dalam jaringan) karena ada beberapa hambatan serta keadaan psikis mahasiswa diantaranya : 1. Tidak bisa memahami dari materi atau tugas yang diberikan; 2. Terkendala dengan jaringan; 3. Situasi rumah yang kurang mendukung; 4. Susah berdiskusi dengan teman-teman, dan 6. Kuliah online tidak efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid. “Agama Dan Kesehatan Mental Dalam Prespektif Psikologi Agama.” Jurnal Kesehatan Tadulako 3, no. 1 (n.d.): 1–84.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. “Peta Zonasi Risiko.” Peta Risiko, n.d. https://covid19.go.id/peta-risiko.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan hubungan yang dinamis antara factor psikis dan social, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain COVID-19. “Apa Yang Dimaksud Pandemi?” Tanya Jawab, n.d. https://covid19.go.id/tanya-jawab?search=Apa%20yang%20dimaksud%20dengan%20pandemi?

———. “Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran Di Masa Pandemi COVID-19,” Agustus 2020. https://covid19.go.id/edukasi/guru-dan-siswa/penyesuaian-kebijakan-pembelajaran-di-masa-pandemi-covid-19.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Surat Edaran No 15 Tahun 2020, Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) § (2020).

Lilik Sriyanti. Psikologi Belajar. Salatiga: STAIN Salatiga, 2011.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Perarturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 24 Tahun 2012, Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh pada Pendidikan Tinggi § (2012). https://docs.google.com/viewer?a=v&pid=sites&srcid=ZGVmYXVsdGRvbWFpbnxtbnVydWRpbmVsZmFxaWh8Z3g6NDQ2MTdkZmI2NmMyYzFiZg.

Rosmha Widiyani. “Tentang New Normal Di Indonesia: Arti, Fakta Dan Kesiapan Daerah.” DetikNews. Mei 2020. https://news.detik.com/berita/d-5034719/tentang-new-normal-di-indonesia-arti-fakta-dan-kesiapan-daerah.

World Health Organization. “Pertanyaan Dan Jawaban Terkait Coronavirus.” Apa Itu COVID-19, n.d. https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public.


[1] World Health Organization, “Pertanyaan Dan Jawaban Terkait Coronavirus.”

[2] Gugus Tugas Percepatan Penanganan hubungan yang dinamis antara factor psikis dan social, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain COVID-19, “Apa Yang Dimaksud Pandemi?”

[3] Rosmha Widiyani, “Tentang New Normal Di Indonesia: Arti, Fakta Dan Kesiapan Daerah.”

[4] Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, “Peta Zonasi Risiko.”

[5] Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Perarturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 24 Tahun 2012.

[6] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Surat Edaran No 15 Tahun 2020.

[7] Gugus Tugas Percepatan Penanganan hubungan yang dinamis antara factor psikis dan social, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain COVID-19, “Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran Di Masa Pandemi COVID-19.”

[8] Lilik Sriyanti, Psikologi Belajar, 2.

[9] Abdul Hamid, “Agama Dan Kesehatan Mental Dalam Prespektif Psikologi Agama,” 3.

file word dapat diunduh di https://drive.google.com/file/d/159zbXpsfLNaWsAgUE8gA1-HqrqJB_0cM/view?usp=sharing

2 thoughts on “Keadaan Psikis Saat Kuliah Online Bagi Mahasiswa Selama Pandemi COVID-19

Leave a reply to ezajuwita Cancel reply